MAKALAH TENTANG ANAK JALANAN
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah
SWT. karena berkat rahmat,hidayahnya, saya mampu menyelesaikan sebuah
makalah yang berjudul Anak Jalanan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. Dalam
penyusunan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini
Depok, 23
Oktober 2015
Penulis
Reyhansyah Prawira
Daftar
Isi
Kata Pengantar
Bab
I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Masalah
I.2 Rumusan Masalah
I.3.Tujuan
Bab II.Landasan Teori
II.1 Definisi dan Batasan Anak Jalanan
II.2 Pengelompokkan Anak Jalanan
II.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Adanya Anak Jalanan
II.4 Solusi untuk Mengatasi Anak Jalanan
Bab III.Pembahasan
Bab IV.Penutup
IV.1 Kesimpulan
IV.2 Saran
Daftar Pustaka
Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar
Belakang Masalah
Fenomena merebaknya anak jalanan di
Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan
memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam
kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang
menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun,
perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif.
Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus
dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa
yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Pada tahun 2008 jumlah anak jalanan
sekitar 8.000 orang, pada tahun 2009 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000
jiwa. Dan pada tahun 2010, ketika pertama kali dilakukan pendataan secara
nasional, ditemukan ada sekitar 240.000 anak jalanan di 12 kota besar di
Indonesia. Angka yang fantastik jika sekarang pada tahun 2011 ini angka
tersebut mengalami kenaikan lagi. Padahal, Pemprov DKI menjadikan penekanan
jumlah anak jalanan sebagai salah satu agenda kerja prioritas tahun
lalu. Oleh karena itu, sebagai sesama manusia sudah selayaknyalah kita
membuat suatu kontribusi yang dapat membantu anak-anak kurang beruntung
tersebut dengan cara apapun yang dapat kita usahakan sebagai suatu penghormatan
terhadap sesama manusia ciptaan-Nya.
Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras,
mengingat dalam UUD 1945 pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak
terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya sesungguhnya mereka yang hidup
terlantar (termasuk anak jalanan) juga harus menjadi perhatian negara.
Ironisnya pemerintah seolah angkat tangan dalam menangani anak jalanan. Malah
terkadang pemerintah melakukan razia baik untuk gepeng (gelandangan dan pengemis)
ataupun anak jalanan. Padahal sebenarnya hal itu bukanlah solusi, karena akar
dari permasalahan anak jalanan itu sendiri adalah kemiskinan. Jadi kalau ingin
tidak ada anak jalanan ataupun gepeng pemerintah harusnya memikirkan cara
mengentaskan mereka dari kemiskinan. Mengentaskan kemiskinan adalah hal yang
sulit, alternatif lain dengan cara meningkatkan pendidikan pada anak jalanan,
karena mereka juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain.
Di ibukota Jakarta pun bahkan sampai ada perda yang
mengatur tentang pemberian uang di jalanan kepada anak-anak jalanan yaitu
Perda No 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. yang dalam pelaksanaannya masih
belum sesuai dengan harapan, bahkan hingga saat ini masih banyak pro dan
kontra. “Namun akan kita usahakan agar semuanya tepat sasaran. Tujuannya
melindungi anak-anak tersebut dan juga pengendaranya,” jelas Supeno, Kepala
Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan oleh Ketua Satgas PA Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
Muhammad Ichsan mengatakan, harus ada solusi konkret dari pemerintah terkait
pengentasan anak-anak jalanan dengan cara menempatkan petugas Satpol PP, dan
memonitor masyarakat yang memberikan uang kepada anak-anak di jalanan. “Satpol
PP harus memberikan sanksi kepada yang memberikan uang kepada mereka. Karena
uang yang diberikan itu yang membuat mereka bertahan di jalanan. Kalau mau
memberikan jangan di jalanan,” tegasnya seperti dilansir situs berita Jakarta.
I.2 Rumusan
Masalah
Pembahasan mengenai anak jalanan dan
solusi untuk penanganannya, akan dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Apa saja faktor
munculnya anak jalanan?
2. Masihkah ada ruang
bagi anak jalanan?
3. Apa saja solusi
yang tepat untuk problem anak jalanan?
I.3 Tujuan
Kami melakukan penelitian ini dengan
mengangkat tema “Anak Jalanan”, dengan
judul “Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Jalanan”, bertujuan untuk:
1. Dapat mengenali anak jalanan secara
pendekatan.
2. Mengetahui latar belakang munculnya anak
jalanan.
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan munculnya
anak jalanan.
4. Mencari tahu solusi yang tepat untuk
menangani problem anak jalanan.
Bab II
Landasan Teori
II.1 Definisi dan Batasan Anak Jalanan
Departemen Sosial RI mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunyauntuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat lainnya”.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu :
Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate
communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a
nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun
yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A
Soedijar, 1988 : 16).
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup
yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena
adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang
menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang
pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh,
sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang
keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana
labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh,
melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak
jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri,
sampah masyarakat yang harus diasingkan.
Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini
justru akan memicu perasaanalineatif mereka yang pada gilirannya
akan melahirkan kepribadian introvert, cenderung sukar mengendalikan
diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi
penerus bangsa untuk masa mendatang.
II.2 Pengelompokkan Anak Jalanan
Himpunan mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota
(HIMMATA) mengelompokan anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu anak semi
jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak
yang hidup dan mencari penghidupan dijalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan
dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang
hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan
keluarganya (Asmawati, 2001 : 28 ).
Menurut Tata Sudrajat (1999:5) anak jalanan dapat
dikelompokan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu
:Pertama, Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak
sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children
the street). Kedua,anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya,
tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua
bulan atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (Children
on the street). Ketiga, Anak yang masih sekolah atau sudah putus
sekolah, kelompok ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak
jalanan ( vulnerable to be street children).
Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia (1999 ; 22-24) anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu
:
1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang
tuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan
menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan
dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial
psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan
perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan
jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang
tua. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka
seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur
kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg
sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan
kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara
atau teman-teman senasibnya.
3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang
tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau
sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar
mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang
paling menyolok adalah berjualan koran.
4. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun.
Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan.
Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban
yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan
mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli
panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan,
yaitu : 1). Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang
hidup di jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang
secara berkelompok. 2). Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan (masih
pulang ke rumah orang tua).
II.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Adanya
Anak Jalanan
Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan
sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa
adanya orang gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya
sebuah kota, tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman
sebagian warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga
dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota
(Parsudi Suparlan, 1984 : 36).
Menurut Saparinah Sadli (1984:126) bahwa ada berbagai faktor
yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan,
antara lain: faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor keterbatasan
kesempatan kerja (faktor intern dan ekstern), faktor yang berhubungan dengan
urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa
disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor
lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi
Shalahudin, 2000:11) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak
pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena:
1) Kekerasan dalam keluarga.
2). Dorongan keluarga.
3). Ingin bebas.
4). Ingin memiliki uang sendiri.
5). Pengaruh teman.
Beragam faktor tersebut yang paling dominan menjadi
penyebab munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi sosial ekonomi di
samping karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor
lainnya.
II.4 Solusi untuk Mengatasi Anak
Jalanan
Menurut Nugroho ada tiga pendekatan untuk mengatasi
masalah anak jalanan, yaitu:
1.
Pendekatan Penghapusan
(abolition)
Lebih mendekatkan pada persoalan struktural dan munculnya
gejala anak jalanan. Anak jalanan adalah produk dari kemiskinan, dan merupakan
akibat dari bekerjanya sistem ekonomi politik masyarakat yang tidak adil. Untuk
mengatasi masalah anak jalanan sangat tidak mungkin tanpa menciptakan struktur
sosial yang adil dalam masyarakat. Pendekatan ini lebih menekankan kepada
perubahan struktur sosial atau politik dalam masyarakat, dalam rangka
melenyapkan masalah anak jalanan.
1.
Pendekatan Perlindungan
(protection)
Mengandung arti perlunya perlindungan bagi anak-anak yang
terlanjur menjadi anak jalanan. Karena kompleksnya faktor penyebab munculnya
masalah kemiskinan, maka dianggap mustahil menghapus kemiskinan secara tuntas.
Untuk itu anak-anakyang menjadi korban perlu di lindungi dengan berbagai cara,
misalnya:melalui perumusan hukum yang melindungi hak-hak anak. Fungsionalisasi
lembaga pemerintah, LSM dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Perlindungan ini
senada dengan pendapat pemerintah melalui departemen sosial, praktisi-praktisi
LSM dan UNICEF di mana tanggal 15 Juni 1998 membentuk sebuah lembaga
independent yang melakukan perlindungan pada anak. Yaitu lembaga perlindungan
anak (LPA) membentuk LA tersebut didasarkan pada prinsip dasar terbentuknya
embrio LPA, yaitu:1) Anak di fasilitasi agar dapat melaporkan keadaan
dirinya.2) Menghargai pendapat anak.3) LPA bertanggung jawab kepada masyarakat
bukan kepada pemerintah.4) Accountability Menurut Nugroho, sisi negatif dari
pendekatan perlindungan tersebutadalah strategis perlindungan hanya akan
menjadi ajang kepentingan para elitdan tokoh masyarakat sehingga berimplikasi
pada tidak tuntasnyapenyelesaian problem anak jalanan. Produk-produk hukum yang
dirumuskan sebagai wujud bagi perlindungan terhadap anak.
1.
Pendekatan Pemberdayaan
(empowerment)
Menekankan perlunya pemberdayaan bagi anak jalanan.
Pemberdayaan ini bermaksud menyadarkan mereka yang telah menjadi anak jalanan
agar menyadari hak dan posisinya dalam konteks social, politik ekonomi yang
abadi di masyarakat. Pemberdayaan biasanya di lakukan dalam bentuk
pendampingan. Yang berfungsi sebagai fasilitator, dinamisator, katalisator
bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini dikatakan berhasil jika anak jalanan
berubah menjadi kritis dan mampu menyelesaikan permasalahannya secara mandiri.
Selain itu ada cara lain yang mampu mengatasi masalah
anak jalanan, yaitu sebagai berikut:
1.
Melakukan pembatasan
terhadap arus urbanisasi (termasuk arus masuknya anak-anak) ke Jakarta, dengan
cara operasi yustisi, memperkuat koordinasi dengan daerah asal, pemulangan anak
jalanan ke daerah asal dll.
2.
Melakukan identifikasi
terhadap akar permasalahan guna menyelesaikan masalah anak jalanan tersebut
dengan menyentuh pada sumber permasalahannya. Sebagai contoh: banyak diantara
anak jalanan yang menjadi tulang punggung keluarganya. Jika ini yang terjadi,
maka pemerintah tidak bisa hanya melatih, membina atau mengembalikan si anak ke
sekolah. Tapi lebih dari itu, pemerintah harus melakukan pendekatan dan
pemberdayaan ekonomi keluarganya.
3.
Mengembalikan anak
jalanan ke bangku sekolah.
4.
Memberikan perlindungan
kepada anak jalanan tanpa terkecuali. UU nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak menyatakan bahwa perlindungan anak perlu dilakukan dengan
tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
5.
Menciptakan
program-program yang responsif terhadap perkembangan anak, termasuk anak
jalanan.
6.
Melakukan penegakan
hukum terhadap siapa saja yang memanfaatkan keberadaan anak-anak jalanan.
7.
Membangun kesadaran
bersama bahwa masalah anak jalanan sesungguhnya merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.
Bab III
Pembahasan
Pengemis dan pengamen jalanan seringkali dianggap sebagai
“sampah masyarakat”, karena baik pemerintah maupun masyarakat merasa terganggu
oleh kehadiran mereka yang lalu lalang di perempatan lalu lintas, di pinggir
jalan, di sekitar gedung perkantoran, pertokoan, dan banyak tempat-tempat lain
yang seringkali di jadikan tempat beroperasi. Belakangan ini pengemis, pengamen, dan gelandangan
semakin banyak berkeliaran di jalanan, terutama di Jakarta dan kota-kota besar
lainnya, termasuk kota Bekasi. Di kota
Bekasi sendiri misalnya, mereka beroperasi di terminal, stasiun, di pinggiran
jalan atau lampu merah. Pemuda, remaja, pasangan suami-istri, anak-anak, dan
perempuan renta semakin menyesaki ruang publik kita. Itulah yang menyebabkan
sebagian besar dari kita merasa sangat terganggu dengan keberadaan mereka yang
hampir ada di mana-mana dan membuat kita merasa tidak nyaman. Banyaknya
kriminalitas juga seringkali dikaitkan terutama dengan anak-anak jalanan,
karena mereka di beberapa kesempatan terlihat melakukan tindak-tindak
kriminalitas seperti pencopetan, perampasan, melakukan tindak kekerasan,
penodongan, pelecehan seksual, perkelahian, dan masih banyak
kejahatan-kejahatan lain yang rentan dilakukan oleh anak-anak jalanan. Mungkin
hal-hal tersebut yang akhirnya membuat pemerintah dan masyarakat menganggap
mereka sebagai “sampah masyarakat”.
Sering kita melihat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) merazia Anak-anak Jalanan dan Gelandangan untuk dibawa ke Dinas Sosial
dengan alasan dan dalih untuk ‘Di Bina dan Dididik’ secara baik sehingga mereka
tidak kembali ke jalan lagi. Namun yang terjadi di balik dalih pembinaan sosial
tersebut justru adanya tindak kekerasan, pelecehan dan pelanggaran hak-hak anak
yang dialami oleh anak-anak jalanan. Kejadian tersebut jarang terungkap ke
masyarakat karena anak-anak jalanan selaku korban tidak banyak yang melakukan
perlawanan apalagi hingga melapor ke pihak yang berwajib karena mereka takut
hal itu justru akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Pada saat kita pergi kita sering melihat banyak pengemis,
pengamen, dan lain-lain.
Hal Itu merupakan salah satu akibat dari kemiskinan.
Kemiskinan memang saat ini masih belum ada solusinya, tetapi tampaknya
Pemerintah masih belum maksimal dalam menangani masalah kemiskinan. Dan itu bukan
hanya salah Pemerintah saja tetapi kita juga harus dapat mengatasi kemiskinan
tersebut, karena untuk mengubah kemiskinan harus dibutuhkan mental yang bagus.
Kemiskinan memang dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat, dan itu sangat
tampak dari semakin banyaknya pengemis dan pengamen jalanan dimana-mana yang
kadang mengganggu kenyamanan kita. Mungkin kemiskinan terjadi karena tidak
dapat membiayai kehidupan secara langsung. Dan itulah yang terjadi sekarang
ini, bahwa kemiskinan sekarang ada dimana-mana dan menyebabkan semakin
bertambahnya ‘sampah masyarakat’.
23 Juli telah ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Momentum seperti ini seharusnya bisa dijadikan
sebagai bahan refleksi terhadap silang-sengkarutnya dunia anak yang
terkebiri dan termarginalkan. Tak jarang anak-anak dari keluarga tak
mampu sering “dipaksa” untuk secepatnya menjadi dewasa dengan beban tanggung
jawab ekonomi keluarga secara berlebihan sehingga mereka tak sempat menikmati masa kanak-kanak
yang ceria dan menyenangkan. Sudut-sudut kota pun sarat dengan keliaran
anak-anak jalanan. Ironisnya, tak sedikit aparat yang menilai kehadiran mereka
sebagai sampah masyarakat yang mesti dikarantina tanpa ada kemauan politik untuk membebaskan mereka dari cengkeraman kemiskinan dan ketidakadilan.
Anak jalanan, agaknya masih menjadi
salah satu problem klasik di negara-negara berkembang, termasuk di negara kita.
Kehadiran mereka di sudut-sudut kota yang pengap dan kumuh bisa jadi sangat
erat kaitannya dengan jeratan kemiskinan yang menelikung orang tuanya. Masih jutaan keluarga di negeri ini yang hidup di bawah standar
kelayakan. Untuk menyambung hidup, mereka dengan sengaja mempekerjakan
anak-anak untuk berkompetisi di tengah pertarungan masyarakat urban yang terkesan
liar dan kejam. Kekerasan demi kekerasan seperti mata
rantai yang menempa sekaligus menggilas anak-anak miskin hingga akhirnya mereka
tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang terbelah. Tentu saja, kita tidak bisa
bersikap apriori dengan mengatakan, “Salahnya sendiri, kenapa miskin?” kalau
saja mereka punya pilihan untuk dilahirkan, sudah pasti tak ada seorang pun
anak manusia yang ingin lahir dan besar di tengah-tengah deraan kemiskinan orang tuanya.
Dari sisi latar belakang kehidupan keluarga yang sangat tidak nyaman untuk tumbuh
dan berkembang secara wajar, sesungguhnya tak ada tempat untuk menyia-nyiakan
anak-anak miskin yang terlunta-lunta hidup di jalanan. Kehadiran mereka justru
perlu diberdayakan dengan sentuhan lembut penuh kemanusiawian. Namun,
berkembangnya sikap latah dan kemaruk ingin menjadi kaum borjuis dan bergaya
hidup feodal secara instan agaknya telah membakar dan menghanguskan nilai-nilai
kemanusiawian itu. Alih-alih menyantuni, gaya hidup borjuasi dan
feodalistik itu, disadari atau tidak, justru telah memosisikan anak-anak
jalanan makin kehilangan kesejatian dirinya. Kata-kata kasar dan perlakuan tak
senonoh sudah menjadi hiasan hidup dalam keseharian anak-anak jalanan.
Orang-orang kaya yang seharusnya bisa memberdayakan dan menggerakkan semangat
hidup mereka justru makin tenggelam dalam sikap hipokrit, pongah, dan kehilangan kepekaan
terhadap nasib sesama.
Kondisi itu diperparah dengan sikap negara yang belum
sepenuhnya mampu memberikan perlindungan memadai buat mereka. Melalui
tangan-tangan aparatnya, anak-anak jalanan justru digaruk dan dihinakan di atas
mobil bak terbuka; diarak dan dipertontonkan kepada publik. Sungguh, sebuah
perlakuan purba yang jauh dari nilai-nilai kesantunan masyarakat
beradab.
Kini, ketika momentum HAN itu tiba, tak jugakah kita
tergerak untuk menjadikan anak-anak jalanan sebagai generasi masa depan yang
punya hak untuk hidup secara layak di bumi yang konon “gemah ripah loh jinawi”
ini? Sudah tak ada ruangkah bagi mereka untuk bersemayam di dalam rongga hati
kita hingga akhirnya mereka benar-benar harus kehilangan masa depan?
Setiap anak merupakan asset yang akan meneruskan
cita-cita suatu bangsa, untuk mencetak anak-anak yang kelak dapat menjadi
tulang punggung bangsanya harus dipersiapkan sejak dini melalui pemenuhan
kebutuhan fisik, mental maupun sosial yang sesuai dengan masa tumbuh
kembangnya. Namun, sejak terjadi krisi moneter yang melanda Indonesia, bnanyak
anak-anak yang terabaikan kebutuhannya. Salah satu fenomenanya adalah
keberadaan anak jalanan.
Anak jalanan atau biasa disingkat anjal adalah potret
kehidupan anak-anak yang kesehariannya sudah akrab di jalanan. Dan mungkin kita sudah tidak asing tentang sosok
ini, karena disetiap penjuru kota, kita dapat dengan mudah menemukan mereka.
Lalu apa sebenarnya yang terjadi dengan anak-anak ini? Mereka yang tergolong
kecil dan masih dalam tanggung jawab orang tuanya harus berjuang meneruskan
hidup sebagai anak jalanan dan terkadang mereka menjadi sasaran tindak kekerasan
dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tapi ada juga sebagian orang tua
yang dengan alasan untuk membantu ekonomi keluarga, menganjurkan agar
anak-anaknya untuk menghabiskan masa kecilnya sebagai anak jalanan. Banyak
faktor mengapa mereka menjadi anak jalanan, disamping masalah ekonomi keluarga
salah satunya adalah kurangnya pendidikan. Usia mereka yang relatif masih kecil
dan muda seharusnya masih dalam tahap belajar dan merasakan sebuah pendidikan,
tetapi mungkin karena dengan alasan tertentu, mereka malah asyik menikmati
hidup sebagai anak jalanan dan tidak mementingkan sebuah pendidikan.
Bila kita melihat orang jalanan atau pengamen yang selalu
yang ada di benak kita adalah anak yang kotor, kumuh, dan nakal. Memang semua
itu benar, tapi ada suatu hal yang lebih berharga di balik semua itu. Anak
jalanan atau pengamen mempunyai suatu keistimewaan yang tidak kita miliki. Apa
keistimewaannya? Setiap hari mereka mampu melawan kekejaman kehidupan hanya
untuk satu tujuan yaitu mencari uang untuk hidup sehari. Walaupun yang didapat
sedikit namun mereka tetap bersyukur dan tak mengenal kata “putus asa” untuk
kembali berjuang pada hari-hari selanjutnya. Namun bagaimana dengan kita? Belum tentu kita sehebat itu. Oleh karena itu, hargailah mereka karena sesungguhnya
kita tidak tahu bagaimanakah kehidupan mereka sesungguhnyaa itu
Bab IV
Penutup
Permasalahan anak putus sekolah (anak jalanan) akan
semakin rumit jika dibiarkan saja. Semakin hari angka tersebut akan semakin
tinggi, jika tidak dilakukan upaya tegas dari pemerintah. Banyaknya anak putus
sekolah dan beralih menjadi anak jalanan sebab yang mendasar adalah masalah
ekonomi keluarga. Disini peran pemerintah sangat diperlukan. Untuk
menanggulanginya pemerintah dapat menciptakan lapangan kerja, program kredit
usaha rakyat atau koperasi, memberikan ketrampilan dan modal usaha agar para
orang tua bekerja dan mampu menyekolahkan anak mereka. Dan yang terpenting
adalah sosialisasi atau kampanye tentang arti penting pendidikan. Memberikan
pemahaman tentang arti penting dari generasi sekarang untuk masa depan bangsa
ini.
IV.1 Kesimpulan
Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi
masalah kita bersama. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu pihak
saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang perduli
permasalahan ini juga dapat diatasi dengan suatu program yang komprehensi dan
tidak akan dapat tertangani secara efektif bila dilaksanakan secara persial.
Dengan demikian kerja sama antara berbagai pihak, pemerintah, LSM, masa media
mutlak diperlukan.
Khusus mengenai aspek hukum yang melindungi anak jalanan yang terpaksa
bekerja juga merupakan komponen yang perlu diperhatikan karena masih lemahnya
peraturan dan perundang-undangan yang mengatur masalah ini.
IV.2 Saran
Saran saya dalam menanggulangi permasalahan tersebut
adalah dengan adanya semacam kampanye kepada masyarakat luas untuk peduli dan
meningkatkan kesadaran terhadap anak anak jalanan yang ada di Indonesia ini
melalui poster, iklan layanan dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. Memfasilitasi Pendidikan bagi Anak
Jalanan, (online), (http://anneahira.com, diakses
pada tanggal 7 april 2013, pukul 09.32 WIB).
Arief, Armai. 15 Juni 2004. Upaya Pemberdayaan
Anak Jalanan, (online), (http://anjal.blogdrive.com, diakses
pada tanggal 7 april 2013, pukul 11.07 WIB).
Hapsari, Endah. 09 April 2013. Awas, Kasih Uang
ke Anak Jalanan Bisa Kena Sanksi,(online), (http://republika.co.id, diakses
pada tanggal 7 april 2013, pukul 09.47 WIB).
Syaifudin. Ketidakberfungsian Lembaga Pemerintah
terhadap Masalah Putus Sekolah, (online), (http://edukasi.kompasiana.com,
diakses pada tanggal 23 mei 2013, pukul 13.21 WIB).
izin copas yaa,, sukses buat anda:)
BalasHapusIzin ngambil isi ka untuk profil komunitas Relawan Anak Sumatera Selatan..semoga kita semua selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa.Aamiin :)
BalasHapusAssalamu'alaikum..
BalasHapusIzin copas ya
Izin copas kak, makasih, semoga sukses selalu;)
BalasHapusizin copas ya bang semoga lebih sukses kedepan bang....; )
BalasHapusizin copas ya kak, semoga sukses selalu
BalasHapusJOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.cc
dewa-lotto.vip
Izin Copy paste yah kak, nanti sya cantumkan nama kakak di Daftar Pustaka
BalasHapus